05 April, 2017

Foto Jadul Bus Djangkar Bumi Saksi Sejarah Bus Asal Gunungkidul

Busnesia - Setelah mendapatkan foto bus jadul PO Djangkar Bumi dari forum Sejarah Transportasi di media sosial Facebook, kami jadi ingin berbagi sejarah bus Djangkar Bumi. Ya, salah satu Perusahaan Otobus tua di Gunungkidul yang masih beroperasi sampai saat ini adalah PO Djangkar Bumi. Nah, Busnesia akan kupas sejarah bus PO Djangkar Bumi hingga mampu bertahan hingga saat ini. Menurut cerita anak tertua pendiri Djangkar Bumi, Bowo Pranyoto dulu ayahnya, Sugiyarto (almarhum) adalah seorang sopir. Bowo secara runtut menyampaikan urutan pemegang manajemen PO Djangkar Bumi, pertama Alm. Sugiyarto ayahnya, lalu adiknya atau anak ke-4 Bimono Prastyo, dan sekarang Doni Prasetyo.


Dalam sejarahnya, pada tahun 1955/1956, beliau membeli sebuah mobil untuk pertama kali berupa truck Truk Ford 1953. Dengan armada tersebut, beliau melayani jasa angkutan barang berupa arang kayu serta hasil bumi dari Gunungkidul menuju Yogyakarta dan juga Solo. Dengan tambahan kursi di bak belakang, terkadang ia juga mengantarkan masyarakat.

Semakin meningkatnya kebutuhan mobilitas masyarakat pada masa itu, maka pada tahun 1968 Sugiyarto mengawali usaha transportasi menggunakan bus berkursi kayu dan berbahan bakar bensin seperti foto diatas.

“Waktu itu bus berkapasitas 38 orang. Trayek pertama yang dilayani Ponjong- Yogya. Baru pada tahun 1972 angkutan beralih ke kendaraan berbahan bakar solar” tutur Bowo.

Seiring berjalannya waktu, jumlah armada dan layanan trayek bertambah. Tahun 1980-an, PO Djangkar Bumi mengalami masa yang paling membanggakan dalam menjalankan roda bisnis angkutan di Gunungkidul. Dengan 12 unit armada, perusahaan ini melayani trayek Ponjong-Yogya, Semin- Yogya, Ngawen-Yogya. Berkembang lagi pada jalur Ngrancah-Yogya, Tepus-Yogya, dan juga Panggang-Wonosari-Yogya.

Ditambahkan, masa keemasan usaha angkutan umum waktu itu hasilnya cukup menjanjikan. Hasil kru bus tiap orang per hari dapat dibelikan 1 gram emas. “Waktu itu harga emas Rp 500/gram ” ungkapnya. Masih seputar hasil jasa angkutan tahun 1980-an, selain setoran yang diterima tergolong tinggi, sebesar Rp 10.000/hari, kru dan sopir bus mampu membuat rumah yang tergolong bagus pada masa itu.

Setelah melalui puluhan tahun masa kejayaan bisnis angkutan umum, Bowo lebih lanjut berkisah, awal tahun 2000-an bisnis angkutan umum berangsur mengalami penurunan hasil. Banyak faktor yang menyudutkan usaha ini yang berakibat berat untuk dijalankan. Menurut Bowo, di antaranya adanya kebijakan Pemkab maupun Pemprov yang mengeluarkan regulasi berupa larangan bus besar melayani trayek antar kecamatan. Kebijakan tersebut dinilai tidak pas dan cenderung tidak sesuai kenyataan di lapangan.

“Memperpendek jalur layanan, jelas merugikan. Dalam hal ini, penumpang juga mengeluarkan biaya lebih banyak, misalnya dari Ponjong menggunakan mini bus, lantas, jika terus ke Yogya, pindah bus besar. Penumpang membayar dua kali dengan total biaya lebih mahal daripada saat masih sekali jalan dengan satu bus besar,” paparnya.

Selain hal itu, bebernya, peremajaan kendaraan baru dengan aturan maksimal umur armada 10 tahun cukup memberatkan. Karena hasil semakin berkurang seiring menurunnya jumlah penumpang lantaran kemudahan kepemilikan sepeda motor dengan sistem kredit. Ditambah lagi, beratnya menjalankan usaha transportasi, karena adanya kenaikan kurs dollar terhadap rupiah yang mengakibatkan suku cadang, seperti ban dan onderdil mesin semakin sulit dijangkau. Terpaksa, untuk bertahan, dari 12 bus yang ada, untuk penggantian onderdil mesin dilakukan dengan cara kanibal.

Bowo Pranyoto Dan Truck Ford 1953

Saat ini perusahaan otobus yang beralamat di Jl. Sumarwi, Telp 391055 ini tinggal lima bus saja yang beroperasi. Yang istimewa adalah truk Ford lansiran 1953 cikal bakal usaha PO Djangkar Bumi masih dirawat dengan baik. Nah itulah sedikit sejarah bus Djangkar Bumi dari Gunungkidul, Yogyakarta.
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »

Terima Kasih

Followers