Sebelum ini kita pernah membahas bus Antar Lintas Sumatra sekarang kita membahas arti bus bagi perantau dari Minang. Kisah
perantauan orang Minang mungkin sudah berlangsung berbilang abad.
Setidaknya hal itu dapat dikesan dari laporan J.T. Newbold, ‘Sketch of
the four Menngkbowe states in the interior of the Malayan Peninsula’,
Journal of the Asiatic Society of Bengal 14 (January to December 1835:
241-252) yang mencatat kedatangan rombongan pertama penghijrah
Minangkabau ke Negeri Sembilan (Malaysia) pada abad ke-14. Demikian pula
halnya kisah Nakhoda Muda, seorang Minang yang penjadi pedagang lada di
Lampung dan Bantam pada abad ke-17 (lihat: G.W.J. Drewes, 1961). Dalam foto di bawah ini terlihat bus ANS bertengger di atas perahu untuk menyeberangi Sungai Kampar yang cukup lebar di Pulau
Punjuang. Di seberang sana tampak pula beberapa bus yang sedang antri
menunggu giliran untuk diseberangkan. Foto ini tentu dapat membangkitkan
kenangan para perantau Minang yang merintis karier perantauan mereka di
tahun 1970-an sampai awal 1980-an. Belum diperoleh informasi berapa
ongkos untuk menyeberangkan sebuah bus dengan memakai jasa perahu penyeberangan.
Kisah perantauan orang Minang, dengan demikian, telah melalui rentang waktu yang panjang dengan memakai sarana teknologi transportasi dan komunikasi yang tak henti mengalami inovasi. Akan tetapi belum ada catatan tertulis maupun penelitian mendalam yang mendeskripsikan jalan panjang tradisi perantauan orang Minang itu. Saya membayangkan munculnya sebuah buku selevel disertasi yang memotret dinamika perantauan orang Minang itu dari perspektif sejarah sosial. Paling tidak ada 3 aspek menarik yang bisa dieksplorasi dalam penelitian seperti itu:
1) alat-alat transportasi umum yang digunakan untuk pergi ke rantau atau kembali ke kampung halaman (dari kapal ke bis dan sekarang ke pesawat): siapa yang punya perusahaan-perusahaan bis, bagaimana perusahaan-perusahaan itu dikelola, bagaimana pembayaran ongkos bis oleh perantau.
2) perkembangan rumah makan Padang di sepanjang jalan lintas Sumatra: siapa pemilik rumah makan Padang itu, bagaimana hubungannya dengan para sopir bis.
3) perubahan perspektif tentang rantau akibat perubahan sarana transportasi itu (hal ini bisa digali dari wawancara, kisah-kisah dalam karya sastra, memoar perantau, dsb). Alangkah menariknya disertasi itu, dan tentu saja akan banyak manfaatnya bagi body of knowledgetentang etnis Minangkabau.
Kota Padang pernah memiliki terminal, yaitu, terminal Goan Hoat untuk angkutan kota dan Terminal Lintas Andalas untuk angkutan umum. Pembangunan Terminal Lintas Andalas dilakukan sehubungan dengan makin meningkatnya jumlah kendaraan penumpang di Kota Padang, sehingga tidak tertampung lagi di Terminal Goan Hoat. Terminal Lintas Andalas dioperasikanlah tahun 1972 di bawah pengawasan Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya.
BUS UMUM adalah moda transportasi yang penting sejak dulu, apalagi bagi orang Minangkabau yang suka merantau. Dapat bepergian dengan bus pada masa dulu, seperti dapat dikesan dalam foto ini, sangat membanggakan hati, sama seperti naik Alfa Romeo, Rolls-Royce atau Limousine sekarang. Sayang sekali jarang ada museum yang merekam sejarah transportasi di Indonesia. Bus seperti ini sudah tinggal kenangan saja. Dengan foto ini, sedikit banyaknya kita dibawa ke masa lampau sejarah transportasi di negeri kita, khususnya di Minangkabau. Dan ini foto foto bus tempo dulu.
Kisah perantauan orang Minang, dengan demikian, telah melalui rentang waktu yang panjang dengan memakai sarana teknologi transportasi dan komunikasi yang tak henti mengalami inovasi. Akan tetapi belum ada catatan tertulis maupun penelitian mendalam yang mendeskripsikan jalan panjang tradisi perantauan orang Minang itu. Saya membayangkan munculnya sebuah buku selevel disertasi yang memotret dinamika perantauan orang Minang itu dari perspektif sejarah sosial. Paling tidak ada 3 aspek menarik yang bisa dieksplorasi dalam penelitian seperti itu:
1) alat-alat transportasi umum yang digunakan untuk pergi ke rantau atau kembali ke kampung halaman (dari kapal ke bis dan sekarang ke pesawat): siapa yang punya perusahaan-perusahaan bis, bagaimana perusahaan-perusahaan itu dikelola, bagaimana pembayaran ongkos bis oleh perantau.
2) perkembangan rumah makan Padang di sepanjang jalan lintas Sumatra: siapa pemilik rumah makan Padang itu, bagaimana hubungannya dengan para sopir bis.
3) perubahan perspektif tentang rantau akibat perubahan sarana transportasi itu (hal ini bisa digali dari wawancara, kisah-kisah dalam karya sastra, memoar perantau, dsb). Alangkah menariknya disertasi itu, dan tentu saja akan banyak manfaatnya bagi body of knowledgetentang etnis Minangkabau.
Kota Padang pernah memiliki terminal, yaitu, terminal Goan Hoat untuk angkutan kota dan Terminal Lintas Andalas untuk angkutan umum. Pembangunan Terminal Lintas Andalas dilakukan sehubungan dengan makin meningkatnya jumlah kendaraan penumpang di Kota Padang, sehingga tidak tertampung lagi di Terminal Goan Hoat. Terminal Lintas Andalas dioperasikanlah tahun 1972 di bawah pengawasan Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya.
BUS UMUM adalah moda transportasi yang penting sejak dulu, apalagi bagi orang Minangkabau yang suka merantau. Dapat bepergian dengan bus pada masa dulu, seperti dapat dikesan dalam foto ini, sangat membanggakan hati, sama seperti naik Alfa Romeo, Rolls-Royce atau Limousine sekarang. Sayang sekali jarang ada museum yang merekam sejarah transportasi di Indonesia. Bus seperti ini sudah tinggal kenangan saja. Dengan foto ini, sedikit banyaknya kita dibawa ke masa lampau sejarah transportasi di negeri kita, khususnya di Minangkabau. Dan ini foto foto bus tempo dulu.
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
Jadi inget photo album lama yg menggambarkan perjalanan tugas papa sbg auditor pln ke daerah2 di sumatera bag tengah sekitar awal th 70an
ReplyDeleteSekarang foto foto tersebut masih ada atau tidak ya pak Hardian...
ReplyDelete