04 April, 2016

Resiko Pengemudi Tunggal Bus Malam AKAP

BusNesia - Kecelakan maut kembali terjadi di ruas Tol Palimanan-Kanci (Palikanci) Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Kecelakaan tersebut melibatkan dua bus berlawanan arah yakni bus Sumber Alam AA 1737 FL dan bus DAMRI B 7502 PD dan mengakibatkan tiga orang tewas di lokasi kejadian dan belasan lainnya luka-luka. Menag belum diketahui penyebab kecelakaan ini namun dugaan kuat akibat pengemudi bus Sumber Alam mengantuk hingga keluar jalur dan masuk jalur lawan.

Bus Sumber Alam Di TKP
Bus DAMRI Di TKP
Kecelakaan maut ini terjadi di KM 196, ruas Plumbon, Sabtu (2/4/2016) dinihari. Bus Sumber Alam yang datang dari arah Jogja menuju Jakarta, oleng ke jalur berlawanan dan terjadilah benturan dengan bus Damri yang melaju dari arah sebaliknya. Kerasnya benturan, membuat kedua bus mengalami kerusakan berat. Bahkan bus Sumber Alam sempat terguling dalam kecelakaan tersebut.

Bus Sumber Alam Terguling
Dan ini foto bus DAMRI pada siang harinya


Akibat kecelakaan maut ini, tiga orang penumpang bus Damri tewas di lokasi kejadian. Ketiga korban tewas mengalami luka cukup parah di bagian kepala dan tubuh. Sementara, belasan penumpang lainnya mengalami luka-luka langsung dilarikan ke rumah sakit Mitra Plumbon guna mendapatkan perawatan medis.

Pengemudi Tunggal Bus Malam AKAP

Dalam kasus kecelakaan ini, BusNesia tertarik menulis dugaan awal penyebab kecelakaan maut ini yakni mengantuk. Seperti kita ketahui bersama, salah satu bus yang terlibat dalam kecelakaan ini yakni bus Sumber Alam dikenal menganut sistem pengemudi tunggal, atau ngengkel dalam istilah dunia pengemudi bus. Kasus ini mengingatkan kembali dengan tulisan admin BusNesia di koran Warta Kota yang berjudul Pengemudi Tunggal Bus Malam pada 06 Agustus 2013. Saat itu juga bus Sumber Alam terlibat kecelakaan dengan bus Dedy Jaya yang mengakibatkan 5 0rang meninggal dunia termasuk pengemudi bus. Tulisan tersebut dapat di baca di sini dan ini SC nya:




Peraturan Jam Kerja Pengemudi Bus (Angkutan Umum)

Sebenernya pemerintah sudah mengatur perihal jam kerja pengemudi dan pengemudi cadangan pada bus atau angkutan yg mempunyai trayek lebih dari 300 km dan atau lebih dari 6 jam perjalanan sesuai waktu kerja, waktu istirahat dan pergantian pengemudi. Hal tersebut tercantum di Peraturan Pemerintah no. 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi, Pasal 240 & 241

Isinya adalah sebagai berikut:

Pasal 240

(1) Untuk menjamin keselamatan lalu lintas dan angkutan di jalan, perusahaan angkutan umum wajib mematuhi ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi kendaraan umum.

(2) Waktu kerja bagi pengemudi kendaraan umum sebagai- mana dimaksud dalam ayat 1 adalah 8 (delapan) jam sehari.

(3) Pengemudi kendaraan umum setelah mengemudikan kendaraan selama 4 (empat) jam berturut-turut, harus diberikan istirahat sekurang-kurangnya setengah jam.

(4) Dalam hal-hal tertentu pengemudi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dipekerjakan menyimpang dari waktu kerja 8 (delapan) jam sehari, tetapi tidak boleh lebih dari 12 (dua belas) jam sehari termasuk istirahat 1 (satu) jam.

(5) Penyimpangan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak berlaku bagi pengemudi kendaraan umum yang mengemudikan kendaraaan umum angkutan antar kota.

(6) Pengemudi kendaraan umum wajib mematuhi ketentuan waktu kerja dan waktu istirahat sebagaimana dimak- sud dalam ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).

Pasal 241

(1) Pengusaha angkutan umum yang mengoperasikan kenda- raannya lebih dari waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 240 ayat (2) dan ayat (4) harus menyediakan pengemudi pengganti.

(2) Pengusaha angkutan umum harus melakukan penggan- tian pengemudi dengan pengemudi pengganti setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 240 ayat (2) dan ayat (4) dilampaui.


Nah, sudah jelas kalau melihat peraturan yang ada sebenernya sudah cukup bagus, sayang bus Sumber Alam sendiri masih menganut pengemudi tunggal. Sebenernya PO Sumber Alam sendiri sudah membuat kebijakan dengan sistem pengemudi ganda, namun sepertinya aturan tersebut kurang berjalan. Admnin pernah ngobrol dengan beberapa crew mereka keberatan dengan sistem pengemudi ganda karena hasilnya kurang mencukupi. Sebuah dilema dalam PO Sumber Alam yang harus segera terselesaikan demi keamanan dan keselamatan bersama.

Sudah seharusnya perusahaan otobus tak menggunakan pengemudi tunggal. Hal ini diharapkan dapat menekan jumlah angka kecelakaan akibat kelelahan pengemudi. Tak sedikit kecelakaan bus malam akibat kelelahan pengemudi. Tingginya permintaan layanan angkutan umum berdampak pada bertambahnya jam kerja pengemudi. Belum lagi kemacetan parah sepanjang jalan berkontribusi menguras energi para pengemudi. Untuk profesi seperti pengemudi bus antarkota antarprovinsi, lelah dan mengantuk musuh utama keselamatan. Oleh karena itu, menggunakan pengemudi tunggal untuk jarak jauh sangat berisiko tinggi.

Resiko Pengemudi Tunggal Bus Malam

Pengemudi ttunggal bus malam sangat rawan mengantuk dan kelelahan kronis. Pengemudi mengantuk meski sudah tidur cukup sebelumnya. Kondisi ini disebut hipersomnia atau kantuk berlebihan, disebabkan antara lain oleh periodic limb movements in sleep (PLMS), sleep apnea dan narkolepsi. Seorang penderita narkolepsi jelas tak boleh terbang karena khawatir sewaktu-waktu mengalami serangan tidur. Tapi penderita PLMS dan sleep apnea dapat diobati. Gejala ini ditandai gerakan kaki secara periodik sewaktu tidur, dan setiap kaki bergerak, otak akan terbangun singkat tanpa harus terjaga dari tidurnya. Akibatnya, kualitas tidur akan buruk dan penderita akan mengantuk terus sepanjang hari meski sudah tidur cukup lama.

Apa iu Periodic Limb Movements in sleep? BusNesia kutipkan dari Kompas meski kebanyakan survey dilakukan di dunia penerbangan namun sama saja, mereka pun seperti juga pengemudi bus. Survei terbaru dari the European Cockpit Association (ECA) menyatakan bahwa 4 dari 10 pilot di Inggris mengakui mereka sempat tertidur di dalam kokpit. Penelitian ini bahkan menyebutkan bahwa sepertiga dari pilot-pilot ini melihat co-pilotnya juga sedang tidur saat ia bangun.


Survei yang melibatkan sekitar 6.000 pilot di Eropa ini juga menyatakan bahwa para pilot mengakui bahwa kelelahan dan kantuk telah menurunkan kemampuan mereka untuk menerbangkan pesawat. Namun 70-80 persen dari para pilot mengantuk ini tak akan melaporkan keadaannya, dan menyatakan diri sehat untuk terbang.

Bukan para pilot saja yang kelelahan. Kesehatan tidur bukan menjadi prioritas di kehidupan modern, apalagi dalam industri penerbangan. Beberapa kerusakan pesawat yang menyebabkan pesawat harus mendarat darurat pun diduga berhubungan dengan kantuk dan kelelahan para teknisi di darat. Bahkan kecelakaan pesawat ulang alik Challenger dikatakan berkaitan dengan kelelahan para teknisi dan insinyur.

Di bulan Februari 2011, seorang petugas pengawas di menara kontrol di McGhee Tyson Airport tertidur meninggalkan seorang rekannya sendirian untuk mendaratkan 7 pesawat sambil terus mengontrol radar. Sebelumnya, seorang petugas di menara kontrol Reagan Airport di Washington juga tertidur hingga untuk beberapa menit tidak menjawab panggilan radio.

Sebuah wawancara dengan BBC, seorang pilot bercerita suatu waktu di udara, co-pilotnya meminta ijin untuk power nap sejenak. Ia pun menyetujui. Namun setelah si co-pilot tertidur, ia pun mulai merasakan beban berat di matanya. Ia berpikir, tak ada salahnya ia memejamkan mata sejenak. Namun ternyata ia tertidur sekitar 5-10 menit kemudian. Saat terbangun ia betul-betul terkejut, ia langsung memeriksa ketinggian, kecepatan dan semua instrumen di kokpit. Beruntung semua berjalan normal selama mereka berdua tertidur.

Akibat kantuk

Untuk profesi-profesi seperti pengemudi bus antar kota, masinis, pengawas di bandara, pengawas jalur rel, hingga pekerja pabrik atau reaktor nuklir, kantuk adalah musuh utama keselamatan. Kantuk dapat membunuh. Kantuk saja sudah berbahaya, karena menurunkan kemampuan konsentrasi, kewaspadaan, pengambilan keputusan dan refleks. Apalagi sampai tertidur.

Kantuk terjadi akibat jam kerja yang panjang, jam tidur yang pendek, dan perbedaan zona waktu harus dihadapi para kru pesawat. Kondisi kurang tidur menyebabkan seseorang rentan terhadap stres, yang pada akhirnya mengganggu tidur di malam harinya. National Sleep Foundations, AS, mengungkapkan bahwa 50 persen pilot tidak tidur nyenyak di malam, pada hari-hari kerja. Sementara 41 persen dari pilot menyatakan pada hari kerja, mereka mengalami kurang tidur. Yang menarik, 78 persen dari mereka melaporkan tidur yang nyenyak pada hari libur.

Kelelahan jelas menyebabkan kecelakaan. Survei dari National Sleep Foundation mendapati bahwa pekerja transportasi yang mengalami kelelahan melakukan kesalahan tiga kali lebih sering dibanding yang tidak lelah. Dua puluh persen pilot melaporkan membuat kesalahan besar saat mengantuk. Ini dua kali lipat dibanding pekerja transportasi lainnya seperti supir bus atau taksi. Sebanyak 11 persen pilot melaporkan gejala-gejala kantuk, sementara pekerja non-transportasi hanya 7 persen yang mengalami kantuk.

Sebuah riset yang dilakukan oleh the Walter Reed Army Institute laporkan 1 dari 10 pilot masih mengantuk walau tidur cukup. Tetapi pilot merupakan profesi yang membutuhkan kewaspadaan penuh. Tak ada tempat untuk membuat kesalahan. Walau hanya 1 dari 10, tak ada orang yang mau terbang dengan yang satu itu.
Pilot-pilot yang lelah cenderung tidur di saat bekerja. Survei Sleep in America menunjukkan bahwa hampir 60 persen pilot tidur saat bekerja. Sebanyak 20 persen dari pilot bahkan menyatakan bahwa mereka tidur sebanyak 3 sampai 5 kali setiap minggunya.

Sama seperti pekerja shift lainnya. Pilot yang baru selesai bekerja dengan jam terbang yang panjang cenderung mengantuk dan berada dalam kondisi tak layak untuk mengendara. Kecelakaan lalu lintas dikatakan paling banyak dialami oleh pilot dan masinis dibanding pekerja non-transportasi. Pilot dan pekerja transportasi 6 kali lebih sering mengalami kecelakaan lalu lintas saat berangkat atau pulang kerja, disebabkan oleh kantuk.

Hipersomnia

Bagaimana dengan para pilot yang masih mengantuk walau sudah tidur cukup? Kondisi ini disebut sebagai hipersomnia atau kantuk berlebihan. Ada beberapa penyebab hipersomnia, periodic limb movements in sleep (PLMS), sleep apnea dan narkolepsi. Seorang penderita narkolepsi jelas tak boleh terbang karena khawatir sewaktu-waktu mengalami serangan tidur. Tapi penderita PLMS dan sleep apnea dapat diobati. Sayang jika diabaikan begitu saja. PLMS ditandai dengan gerakan kaki secara periodik saat tidur. Setiap kaki bergerak, otak akan terbangun singkat, tanpa terjaga. Akibatnya kualitas tidur akan buruk dan penderita akan mengantuk terus sepanjang hari.

Sleep apnea termasuk yang paling sering diderita. Gejalanya juga mudah saja, ngorok atau mendengkur! Sleep apnea, yang artinya henti nafas sebelum tidur, disebabkan oleh sempitnya saluran nafas saat tidur. Akibat rasa sesak, otak terbangun-bangun mikro tanpa terjaga. Akibatnya penderita bangun tak segar dan mudah mengantuk di siang hari. Akibat lain dari sleep apnea adalah gangguan jantung, hipertensi, diabetes hingga stroke.

Bulan Maret 2003, publik Jepang dikagetkan dengan insiden tertidurnya masinis kereta cepat shinkansen. Walau tak terjadi kecelakaan fatal, insinden ini membuka mata masyarakat Jepang akan bahaya mendengkur. Hasil akhir dari penyelidikan dikemukaan bahwa sang masinis ternyata menderita sleep apnea yang mengakibatkan rasa kantuk yang tak terpuaskan.

Di bulan November 2010 terjadi kecelakaan pesawat di Mangalore, India yang menewaskan 158 orang. Dari rekaman pembicaraan kokpit, para penyidik menduga pilot mengalami sleep inertia. Sleep inertia adalah kondisi kesadaran yang berkabut saat baru bangun dari tidur. Si pilot diketahui baru bangun sebelum melakukan pendaratan. Pilot juga didapati sering sekali tertidur dalam penerbangan tersebut. Dari mana penyidik tahu? Dari suara dengkuran dalam rekaman. Diduga pilot menderita sleep apnea.

Atasi kantuk

Lelah dan kantuk merupakan dorongan alami, sama seperti haus dan lapar. Setelah terpenuhi, kita pun tak akan merasa kantuk lagi.

Federal Aviation Association (FAA), AS, kini lebih memperhatikan kesehatan tidur awak terbang. Beberapa peraturan baru dikeluarkan agar jam istirahat di antara tugas jadi lebih panjang. Jika sebelumnya periode istirahat hanya 8 jam, kini telah ditambah menjadi 10 jam. Dari 10 jam itu, diharapakan pilot tidur selama 8 jam.
Untuk mengatasi gangguan tidur, pengaturan jadwal dan perilaku tidur juga disarankan. Alat-alat pemeriksaan dari yang paling sederhana berupa catatan harian tidur, hingga yang rumit di laboratorium tidur kini diperlukan sebagai pemeriksaan standar.

Tata laksana sleep apnea misalnya, FAA mensyaratkan diagnosa dengan pemeriksaan laboratorium tidur di malam hari. Sedangkan untuk menilai perkembangan vitalitas dan kantuk, dilakukan pengamatan Maintenance of Wakefulness Test (MWT) di laboratorium tidur pada siang hari. Beberapa perusahaan penerbangan bahkan melakukan MWT pada para pilotnya setiap tahun sekali.
Perawatan sleep apnea dapat dilakukan dengan penggunaan continuous positive airway pressure (CPAP). Selain kualitas hidup, vitalitas dan kewaspadaan, perawatan sleep apnea telah diketahui menurunkan resiko menderita penyakit-penyakit jantung dan pembuluh darah.

Kondisi mengantuk telah terbukti menurunkan kemampuan konsentrasi, kewaspadaan, pengambilan keputusan dan refleks. Dan kantuk bisa disiasati dengan memperhatikan kesehatan tidur. Kantuk bisa membahayakan keselamatan transportasi. Padahal dengan pengetahuan dan perawatan yang tepat, semua bisa diatasi. Sudah saatnya kita lebih membuka mata tentang periode tutup mata di malam hari ini.

Tidur, menyelamatkan nyawa.
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »

2 Responses to "Resiko Pengemudi Tunggal Bus Malam AKAP"

Followers