JAUH sebelum demam mobil Esemka mewabah, Ali Yusuf, seorang tukang
tambal ban sudah menciptakan satu unit bus kreasinya yang digunakan
untuk bekerja. Setiap pagi, warga Kelurahan Parakancanggah RT 2 RW 6,
Banjarnegara ini mengendarai bus ini menuju ke tempat mangkalnya yang
berada di Jalan S Parman, Banjarnegara. Ukurannya tergolong mini,
hanya 5,5×1,5 meter. Pada bagian belakang, terdapat mesin kompresor.
Dengan mesin itulah, kendaraan rakitannya yang menyerupai bentuk bus
bisa jalan. “Fungsi lain dari kompresor ini membuat saya nyaman bekerja. Soalnya
nggak perlu bikin tempat permanen tambal ban seperti tukang tambal lainnya,” kata dia.
Pak Yusuf yang hanya lulusan SD itu tertarik dengan dunia otomotif sejak kecil.
Dirinya mulai merancang bus pada tahun 1993. “Saya ingin pergi-pulang
bersama kompresor, tanpa harus kerepotan membuat tempat permanen di
pinggir jalan,” katanya.
|
Bus Tampak Depan. Foto: Bismania |
|
Bus Tampak Samping. Foto: Bismania |
|
Kompresor Di Kompartemen Belakang Bus. Foto: Bismania |
Bapak Yusuf mulai membangun bus tambal ban ini pada tahun 1995. Bapak Yusuf
memasang gigi persneling yang diambil dari bekas kepunyaan Toyota
Kijang, didukung dengan gardan bekas yang masih berfungsi dengan baik. Kerja keras Pak Yusuf akhirnya berhasil. Dengan menggunakan batang pipa
sebagai penghantar presneling, akhirnya presneling pun jadi, dengan gigi
1-4 plus 5 (mundur). “Saya puas. Inti kepuasan ada pada persneling,”
katanya.
Uniknya, gardan ini dipasang terbalik. Dari yang menghadap depan diubah
ke belakang. Hal tersebut dilakukan Bapak Yusuf untuk mengakali letak
mesin diesel kompresor yang ada di belakang. Jadi gak kalah ama
mesin-mesin jaman sekarang yang ada di belakang.
|
Gardan Suzuki T10 |
Langkah pertama, dirinya membuat
rancangan. Pak Yusuf tertarik untuk meniru bentuk bus Sinar Jaya yang kerap
melintas di jalan tempat mangkalnya. Guna membiayai ‘proyek’ itu, ia
rela menyisihkan sebagian hasil bekerjanya. Secara bertahap, Pak Yusuf membeli komponen yang diperlukan ke penampung barang rongsok dan membawanya ke tukang las. Untuk
chasis, ia menggunakan besi kanal C yang diperolehnya dari pedagang besi bekas di Kretek, Wonosobo. Material
body lainnya dibeli di toko besi. Dari
penampung barang-barang rongsok, Pak Yusuf mendapatkan setir bekas Hijet
1.000, Gardan Suzuki ST10, persneling Fiat, spiral belakaang Hi Ice,
worm stir Toyota Kijang, kaca spion Mitsubishi, gigi eks mobil Fiat, dan untuk dasbor ia memilih menggunakan bekas kulkas.
|
Stir Menggunakan Eks Daihatsu Hijet 1000 |
Sebagai seorang usahawan, Bapak Yusuf tidak hanya kreatif tapi juga
mampu menjawab perubahan jaman. Pernah suatu ketika, bus tambal ban ini
diminta menambal, memompa dan memperbaiki ban-ban truk kepunyaan salah
satu kontraktor terkemuka di Banjarnegara. Bisa dibayangkan betapa
penghasilan yang didapat dalam sehari itu? Yang namanya kontraktor tentu
truknya lebih dari satu.
"Mungkin saya satu-satunya tukang tambal ban yang sehari dapat duit lebih dari 600ribu mas'"
Kata Bapak Yusuf ketika ditanya dibayar berapa untuk jasanya mengurus puluhan truk tersebut. Dengan bus tambal bannya yang bisa
mobile, Bapak
Yusuf mudah saja mendatangi konsumennya yang membutuhkan jasa tambal
ban. Anda telepon, kami datang. Mungkin begitu prinsip bus tambal ban
ini. Setiap hari Bapak Yusuf, yang ketiga saudaranya juga membuka usaha
tambal ban, dibantu oleh salah seorang anaknya. Mulai dari pukul 08.00
pagi sampai sore di pinggir jalan raya Parakan Canggah, Banjarnegara.
Deket dengan jembatan kereta api kalo dari arah Wonosobo begitu memasuki
Banjarnegara.
Menurut Pak Yusuf, kendaraan tersebut mampu berjalan dengan kecepatan hingga
25 kilometer/jam. Untuk mengurangi berisik suara mesin diesel kompresor,
knalpot disambung pipa 1 meter. Peredam getaran pun dipasang,
menggunakan peredam getaran bekas Colt. Tanpa dipasang peredam getaran,
bus tersebut terguncang-guncang.